Sunyi senyap menyelimuti kesini
Kelam menggoyakkan hati
mungkin segenap raga tak disini
melainkan hati yang terkikis sepi
Dahulu itu kau tak berhenti
membentangkan tali kehidupan,
yang berwarna pelangi
walau hujan dan petir tak hanya turun sekali
Kau melawan,
kau bungkam,
dengan segumpal kebersamaan
yang tak mati tertelan zaman
Menatap arti hidup
melangkah pagi
untuk mendapatkan malam
yang tak terlupakan
Memang kau disini
namun tak ku lihat lagi
canda tawa mu yang dulu
mengisi lembar hari ku
Namun ku mengerti
perjalanan hidup
kadang menyakitkan hati
menutupi sinar nurani
Ku tetap menanti
kehadiranmu kembali
dan meresapi
setiap kesendirian ini
Ku tetap menanti
cerita-cerita mu
yang tetap membahagiakan
setitik hati yang sepi ini
Ku tetap menanti
burung-burung merpati
yang kau kirimkan
walau tak terkendali
Ku tetap menanti
kapankah saat yang tepat
kau datang menyinari
cahaya redup itu tadi
Sungguh ku sesali
betapa cepatnya
perjalanan yang kita telusuri
dalam membuka belahan bumi
Memang kau pergi
hanya sementara ini
menyempurnakan diri
untuk kelak nanti
Usia pun kini menjamah
menutup ruang lingkup itu
termakan kedewasaan
yang terlalu mengekang
Terkadang ku sesali dewasa ini
mencabik bahagia
menelantarkan kebebasan
dan tinggallah kesendirian
Kemanakah arah angin itu?
mengapa bertiup kesemuanya?
membuat topan badai
dan menghancurkan segalanya
Beberapa bibit
yang kau temukan itu
kau rawat dengan baik
menciptakan langkah baru
Kau tak lagi membutuhkan
kedamaian lama yang pernah
mengarungimu ke hilir perjalanan
suatu kebersamaan
Sadarkah kau
setiap nafasmu
ku hadirkan kerinduan
dalam nadiku
Pengalaman,
kau sejenak menegurku
membuktikan siapa pendamping
yang dapat menemaniku
Teruntuk pengisi hidup
ku rindu hadirmu
yang mengisi rongga-rongga
setiap kekuranganku
Bukan salinanmu yang ku butuh
hanya sosok tubuh
Tuhan berikan
padamu
Dapatkah aku memilih
untuk menjalani kisah-kisahku
bersamamu hingga akhir ku,
wahai pengisi hidup?
Tidak,
menyeretmu kesini
tidak pula membuat ku
menggapai bahagia kita
Teruntuk pengisi hidup
biarlah seperti itu adanya
biarlah aku yang menanti
sesungguhnya perasaan ini
tetap membuatku sadar
bahwa kau memang tak ternilai
bukan uang
bukan pula suatu harta
hanya sebuah kerinduan
yang selalu hadir di setiap hari
Kelam menggoyakkan hati
mungkin segenap raga tak disini
melainkan hati yang terkikis sepi
Dahulu itu kau tak berhenti
membentangkan tali kehidupan,
yang berwarna pelangi
walau hujan dan petir tak hanya turun sekali
Kau melawan,
kau bungkam,
dengan segumpal kebersamaan
yang tak mati tertelan zaman
Menatap arti hidup
melangkah pagi
untuk mendapatkan malam
yang tak terlupakan
Memang kau disini
namun tak ku lihat lagi
canda tawa mu yang dulu
mengisi lembar hari ku
Namun ku mengerti
perjalanan hidup
kadang menyakitkan hati
menutupi sinar nurani
Ku tetap menanti
kehadiranmu kembali
dan meresapi
setiap kesendirian ini
Ku tetap menanti
cerita-cerita mu
yang tetap membahagiakan
setitik hati yang sepi ini
Ku tetap menanti
burung-burung merpati
yang kau kirimkan
walau tak terkendali
Ku tetap menanti
kapankah saat yang tepat
kau datang menyinari
cahaya redup itu tadi
Sungguh ku sesali
betapa cepatnya
perjalanan yang kita telusuri
dalam membuka belahan bumi
Memang kau pergi
hanya sementara ini
menyempurnakan diri
untuk kelak nanti
Usia pun kini menjamah
menutup ruang lingkup itu
termakan kedewasaan
yang terlalu mengekang
Terkadang ku sesali dewasa ini
mencabik bahagia
menelantarkan kebebasan
dan tinggallah kesendirian
Kemanakah arah angin itu?
mengapa bertiup kesemuanya?
membuat topan badai
dan menghancurkan segalanya
Beberapa bibit
yang kau temukan itu
kau rawat dengan baik
menciptakan langkah baru
Kau tak lagi membutuhkan
kedamaian lama yang pernah
mengarungimu ke hilir perjalanan
suatu kebersamaan
Sadarkah kau
setiap nafasmu
ku hadirkan kerinduan
dalam nadiku
Pengalaman,
kau sejenak menegurku
membuktikan siapa pendamping
yang dapat menemaniku
Teruntuk pengisi hidup
ku rindu hadirmu
yang mengisi rongga-rongga
setiap kekuranganku
Bukan salinanmu yang ku butuh
hanya sosok tubuh
Tuhan berikan
padamu
Dapatkah aku memilih
untuk menjalani kisah-kisahku
bersamamu hingga akhir ku,
wahai pengisi hidup?
Tidak,
menyeretmu kesini
tidak pula membuat ku
menggapai bahagia kita
Teruntuk pengisi hidup
biarlah seperti itu adanya
biarlah aku yang menanti
sesungguhnya perasaan ini
tetap membuatku sadar
bahwa kau memang tak ternilai
bukan uang
bukan pula suatu harta
hanya sebuah kerinduan
yang selalu hadir di setiap hari
Teruntuk pengisi hidup,
Nyanyian mu akan tetap selalu mengaun dalam setiap guratan nadi dan desah nafas ku...
Rizki
Jakarta, Oktober 2012
0 comments:
Posting Komentar